CultureNews

Dari Ritual Panen Raya, Hingga Jelmaan Dewa, Hudoq Menambah Keindahaan Budaya Indonesia

Sangatta - Di tengah pesatnya pembangunan kota, tersembunyi sebuah kekayaan budaya yang tak ternilai harganya. Lamin Adat Dayak, menjadi saksi bisu dari perjalanan panjang sejarah masyarakat Dayak Wehea dan Modang. Menyelusuri jejak-jejak warisan nenek moyang mereka, merupakan suatu penghormatan bagi setiap pengunjung di lamin ini.

Lokasinya yang cukup strategis yakni di Jalan Poros Kabo, Desa Swargabara, Sangatta Utara, Kutai Timur. Terdapat lamin adat Dayak, sebuah bangunan megah, tiang-tiangnya yang kokoh dihiasi dengan ukiran-ukiran indah yang menceritakan legenda dan mitos masyarakat Dayak.

Sejak pemancangan tiang pertama pada 27 Februari 2022, bentuk lamin yang semua materialnya dari kayu ulin itu menyimpan sesuatu yang syarat akan makna kebudayaan bagi masyarakat dayak Modang dan Wehea. Kekayaan budaya masyarakat Dayak Wehea dan Modang tersimpan itu menjadi saksi bisu dari warisan leluhur yang tak ternilai.

Saat memasuki lamin, suasana hening dan syarat akan makna budaya menyambut setiap langkah pengunjung. Di dalamnya, terdapat berbagai macam benda-benda bersejarah yang menjadi bukti nyata kekayaan budaya masyarakat Dayak Wehea dan Modang. Di antara koleksi yang paling menarik adalah serangkaian topeng Hudoq, sebuah simbol yang sangat penting dalam upacara adat masyarakat Dayak Wehea.

Topeng-topeng tersebut terpajang dengan megah di salah satu sudut lamin, menarik perhatian setiap mata yang memandang. Dengan warna-warni yang mencolok dan hiasan-hiasan alami yang menawan, setiap topeng Hudoq memiliki cerita dan makna tersendiri. Mereka bukan hanya sekadar benda seni, namun juga merupakan penjaga tradisi dan warisan spiritual yang diserahkan dari generasi ke generasi.

Wakil ketua I atau ketua harian Persekutuan Dayak Kalimantan Timur (PDKT), Fellysianus Lung, menyampaikan bahwa dari 405 lebih sub suku Dayak, yang punya topeng Hudoq hanya beberapa saja.

“Dayak Modang, Long Glaat, Bahau, Wehea, dan Kayan. Topeng Hudoq Dayak Wehea dan Modang tidak ada perbedaan signifikan, 99% sama,” terangnya, Selasa (23/04/24).

Lanjutnya menjelaskan bahwa Topeng Hudoq juga memiliki perbedaan dengan Sub Suku Dayak lainnya di Kalimantan.

“Kalau dengan Dayak Bahau dan lain-lain, perbedaannya adalah tidak mempunyai hidung yang panjang. Warna topeng juga cenderung seperti bintik-bintik di bagian dahi. Penggunaan bulu enggang di kepala topeng juga cenderung lebih sedikit dibandingkan topeng Hudoq Dayak Wahau,” lanjutnya.

Topeng Hudoq dan Tarian Panen Raya

Bahan utama pembuatan topeng Hudoq ini adalah kayu Jelutung (Kejo Letiaq), yang memberikan keindahan dan kekuatan pada setiap potongan. Sejak awal, topeng Hudoq sudah memiliki komposisi warna merah, putih, dan hitam, yang berasal dari bahan pewarna alami, memberikan nuansa yang kaya dan dalam pada setiap karya.

 “Menurut tradisi dari dulu sudah memiliki komposisi warna merah, putih, dan hitam. Bahan pewarna dari alam, meski begitu warna bagi Suku Dayak sifatnya universal bukan hanya di topeng saja,” tegasnya.

Topeng Hudoq ini tidak diproduksi secara masal, saat warga suku Dayak  membutuhkannya, maka dapat menemui pengrajin asli Dayak Wehea dan Modang di kampung-kampung mereka di Kabupaten Kutai Timur.

Untuk Dayak Wehea sendiri terdapat di enam Desa yang ada pada wilayah Kecamatan Muara Wahau, sedangkan Dayak Modang terdapat di Kecamatan Busang, terutama pada Kampung Long Bentuq, desa Dayak Modang. Di tempat-tempat inilah, pengrajin lokal menjaga tradisi dan keahlian mereka dalam membuat topeng Hudoq dengan penuh dedikasi dan kecintaan akan warisan budaya nenek moyang.

Hudoq

Gambar tarian Hudoq Wahea, saat acara peresmian rumah adat Lamin Dayak Sangatta
Foto: Dr. Fellysianus Lung

Topeng Hudoq sendiri sering digunakan oleh masyarakat suku Dayak Basap dalam ritual tari-tarian saat musim panen raya padi tiba. Misalnya, dalam tradisi Dayak Wehea, Hudoq ditarikan saat ritual adat Lom Plai, sebagai ungkapan syukur atas panen padi. Sedangkan, bagi Dayak Modang, topeng Hudoq digunakan pada masa menanam padi, dalam ritual ngawit atau ngeweit pele.

Dalam tari Hudoq, penari mengenakan beragam aksesoris yang meliputi tanduk, bulu-bulu, topi hiasan berbentuk kepala binatang, serta kalung-kalung hias untuk menambah kesan dramatis dan magis dalam pertunjukan mereka. Aksesoris-aksesoris ini tidak hanya menambahkan elemen visual yang memukau, tetapi juga memperkuat narasi dan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam setiap gerakan dan ekspresi dalam tarian tersebut.

 “Aksesoris yang dipakai saat tarian Hudoq itu variatif tidak ada ketentuan, Pastinya topeng dan daun sama peralatan lain”, ungkapnya.

Kepala Adat Wehea Ledjie Taq dibeberapa artekel menyampaikan bahwa Hudoq adalah jelmaan yang berasal dari tiga tempat, yaitu berasal dari tanah, air dan khayangan, hudoq yang menurut kepercayaan masyarakat setempat selain akan menjauhkan penyakit bagi masyarakat, tari yang dilakukan setelah menugal (menanam padi) tersebut juga dilakukan dengan tujuan untuk mengusir roh jahat yang dikhawatirkan akan mengganggu tanaman padi seperti datangnya hama padi serta berbagai gangguan lainya baik oleh binatang maupun alam.

Ledjie Taq percaya bahwa perayaan panen raya menjadi wujud penghormatan terhadap alam dan roh-roh yang dipercaya mengatur kehidupan. Melalui tarian, musik, dan cerita-cerita lama, tradisi ini tidak hanya dipertahankan, tetapi juga disampaikan kepada generasi selanjutnya sebagai bagian penting dari identitas budaya mereka. Selain itu, Hudoq Wahea menjadi momen penting bagi masyarakat Dayak untuk memperkuat ikatan sosial dan memperkenalkan kekayaan budaya mereka kepada masyarakat luas, memperluas pemahaman dan apresiasi terhadap budaya Dayak. Dengan demikian, perayaan ini tidak hanya menjadi perayaan lokal, tetapi juga merangkul nilai-nilai universal tentang syukur, penghormatan, dan kebersamaan.

Hudoq

Gambar topeng Hudoq Wahea yang terpajang di Lamin Dayak
Foto: Raffael Eka Novian Hadi Guna

Hudoq dan Jelmaan Roh Leluhur

Felly lanjut menjelaskan bahwa Topeng Hudoq Sendiri memiliki beragam jenis dan bentuk pada Dayak Wehea yang memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri, terdapat jenis-jenis topeng Hudoq yang menyerupai hewan. Misalnya, topeng Hudoq Wehjeq yang menggambarkan karakter buaya, merepresentasikan makhluk yang datang dari bawah air.

 “Hudoq Wehjeq itu mempunya mulut yang sedikit panjang layaknya mulut buaya”, tuturnya.

Sementara itu Dayak Modang memaknai Hudoq sedkiti berbeda dengan Dayak Wehea misalnya topeng Hudoq Hepui dalam Dayak Modang memiliki ciri khas karakter wajah seperti manusia. Dayak Modang meyakini bahwa Hudoq ini merupakan perwujudan dari seorang raja perempuan pada zaman dahulu dan biasanya digunakan oleh penari perempuan.

“Hepui adalah perwakilan dari manusia dalam bentuk raja perempuan di dalam rombongan Hedoq”, lanjutnya menerangkan.

Tak ketinggalan, Dayak Modang juga meyakini bahwa topeng Hudoq Ding Dewung yang menggambarkan Dewa petir, serta topeng Hudoq Bdeak atau Badak Bercula.

Hudoq

Gambar tari Hudoq Wahea pada saat peresmian rumah adat Lamin Dayak Sangatta
Foto: istimewa

Pendek yang menjadi pimpinan rombongan Hudoq, merepresentasikan makhluk dari gunung.

Menurut Fely Lung, Hudoq Wahea dianggap penting dalam budaya suku Dayak di Kalimantan karena melestarikan tradisi, menghormati alam dan roh-roh, mengikat masyarakat melalui solidaritas, menyampaikan syukur atas hasil panen.

“Tradisi Hudoq Wahea biasanya dilaksanakan pada berbagai waktu tergantung pada siklus pertanian dan kepercayaan lokal. Secara umum, perayaan Hudoq seringkali terjadi pada awal musim panen, ketika hasil panen baru mulai dipanen atau pada waktu-waktu tertentu yang dianggap penting dalam kalender pertanian tradisional suku Dayak,” bebernya.

Perayaan Hudoq Wahea juga melibatkan serangkaian tahapan yang penting bagi komunitas suku Dayak. Sebelum acara, persiapan tradisional dilakukan dengan membuat kostum dan atribut, membersihkan tempat-tempat suci, dan menyiapkan makanan serta minuman. Selain itu, praktik keagamaan dilakukan untuk memohon berkat dari roh-roh dan dewa-dewa.

“Setelah acara selesai, terdapat upacara untuk memulangkan roh-roh dengan damai. Selama seluruh proses, keselamatan, keaslian tradisi, dan kesejahteraan semua peserta tamu dan wisatawan dijaga dengan cermat,” jelas Felly

Hudoq mengajarkan kita bahwa topeng topeng ini bukan hanya sekadar sekumpulan benda-benda bersejarah, melalui cerita dibalik topeng Hudoq, kita dapat merasakan kehangatan dan kearifan yang terpancar dari kehidupan masyarakat Dayak. Mereka bukan hanya menjaga warisan leluhur, namun juga terbuka untuk berbagi dan mengajarkan nilai-nilai budaya mereka kepada siapapun yang bersedia belajar.

Hudoq dan perayanan panen masyarakat Dayak bukan hanya sebuah ajang wisata namun merupakan sebuah perjalanan yang mengubah pandangan dan pemahaman tentang kekayaan budaya Indonesia. Sebab setiap topeng Hudoq memiliki peran penting dalam mempertahankan dan memperkuat identitas budaya mereka, serta menjadi simbol keberagaman dan kekayaan warisan nenek moyang yang patut dijunjung tinggi.

Insight Borneo

The Official Website of Insight Borneo Beyond News | Media Kaltim Independen Terpercaya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *