Insight Borneo.com – Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Pemkab Kutim) menargetkan pengesahan perubahan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dapat rampung pertengahan Juli 2025. Hal itu disampaikan Wakil Bupati Kutim Mahyunadi usai rapat paripurna ketiga yang membahas tanggapan pemerintah atas pemandangan umum fraksi-fraksi DPRD.
“Semua masukan, saran, dan kritik dari fraksi-fraksi sudah kami jawab dan menjadi catatan penting bagi kami untuk menindaklanjuti. Tujuannya agar Perda ini segera disahkan dan tidak menimbulkan ambiguitas di masyarakat,” kata Mahyunadi, Rabu (25/6/2025).
Ia menekankan pentingnya kesesuaian isi perda dalam implementasinya di lapangan. Salah satu langkah yang akan ditempuh adalah penyesuaian tarif berdasarkan kemampuan masyarakat serta mempermudah penyusunan regulasi turunan dari Perda tersebut.
Mahyunadi menegaskan urgensi perubahan Perda tersebut lantaran banyak keluhan dari pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), khususnya terkait retribusi penggunaan lapak di ruang-ruang publik seperti Taman Venus dan folder-folder kota yang dinilai memberatkan.
“Ini banyak dorongan langsung dari UMKM yang datang ke saya dan juga ke Pak Bupati. Bahkan ada yang bilang lebih dari separuh pendapatannya habis hanya untuk bayar retribusi. Padahal seharusnya pemerintah membantu mereka, bukan malah membebani,” ujarnya.
Terkait potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD), Mahyunadi menyebut perubahan Perda ini tidak akan langsung berdampak signifikan terhadap peningkatan angka. Namun ia optimistis tata kelola yang lebih baik akan menghasilkan kinerja PAD yang lebih maksimal.
“Tahun ini perdanya memang belum sempat berjalan penuh, jadi belum bisa dilihat hasilnya. Tapi kalau dikelola dengan baik meskipun tarifnya tidak naik, PAD kita bisa meningkat,” tambahnya.
Sementara itu, saat disinggung soal potensi retribusi dari sektor pertambangan Galian C, Mahyunadi menjelaskan bahwa hal tersebut merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi. Namun Kutim tetap mendapatkan bagian dari hasil pengelolaan sektor tersebut melalui skema bagi hasil.
Terkait sempat tertundanya rapat paripurna sebelumnya, Mahyunadi menyebut hal itu kemungkinan besar karena kendala teknis semata dan bukan pembatalan.
“Bukan dibatalkan, mungkin hanya mundur. Yang penting tidak bertentangan dengan Permendagri tentang tahapan penyusunan APBD. Sepanjang itu aman, ya tidak masalah,” ujarnya.
Mahyunadi berharap Perda ini bisa segera rampung agar pelaku usaha yang memanfaatkan fasilitas publik milik pemerintah tidak terus dibebani ketidakpastian hukum.*(IB)

