KUTAI TIMUR – Selama enam bulan pertama tahun 2025, jajaran Polres Kutai Timur berhasil mengungkap 59 kasus tindak kriminal di wilayah hukumnya. Tak hanya mengejar penyelesaian hukum secara konvensional, sebagian perkara bahkan ditangani melalui pendekatan keadilan restoratif (restorative justice).
Dalam konferensi pers yang digelar Jumat (8/8) di Mapolres Kutim, Kapolres AKBP Fauzan Arianto merinci pencapaian tersebut.
“Kami sampaikan selama periode semester 1 tahun 2025, Polres Kutai Timur melalui Satreskrim Polres Kutai Timur mengamankan sejumlah tersangka 57 orang,” ungkapnya.

Dari jumlah itu, sebanyak 48 orang berjenis kelamin laki-laki, lima perempuan, dan empat lainnya masih di bawah umur dan berstatus Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH). Semuanya kini berada dalam tahanan untuk menjalani proses hukum lebih lanjut.
Jika dirinci, kasus yang paling dominan ialah pencurian dengan pemberatan (11 kasus) dan kekerasan terhadap perempuan dan anak (11 kasus). Kemudian diikuti enam kasus penggelapan, empat penyalahgunaan BBM ilegal, dan empat kasus pemalsuan dokumen.
Polres Kutim juga menangani masing-masing tiga kasus untuk tindak pidana pertambangan dan kehutanan ilegal, perjudian, pencurian biasa, serta penggunaan senjata tajam. Sisanya meliputi kasus penipuan, pengeroyokan, penganiayaan, pengancaman, perzinahan, hingga satu kasus tindak pidana korupsi.
“Kami sampaikan juga alhamdulillah selama periode semester 1 tahun 2025, telah menyelesaikan sejumlah 40 perkara dengan persentase 68%,” lanjut Kapolres.
Dari 40 perkara tersebut, 24 kasus telah mencapai tahap P21, sementara 16 perkara lainnya diselesaikan melalui mekanisme Restorative Justice (RJ). Beberapa kasus yang masuk dalam skema RJ antara lain dua perkara menghalangi aktivitas pertambangan, empat penggelapan, lima pencurian, tiga pencurian dengan pemberatan, serta masing-masing satu kasus penganiayaan dan pengancaman.
AKBP Fauzan menegaskan bahwa pendekatan RJ telah menjadi bagian dari strategi penegakan hukum humanis yang diatur dalam Peraturan Kepolisian Nomor 8 Tahun 2021.
“Tentunya pendekatan ini juga berupaya untuk memulihkan hubungan yang rusak akibat tindak pidana dan melibatkan korban, pelaku serta masyarakat dalam proses penyelesaian,” pungkasnya.(IB)

