KUTAI TIMUR – Pemerintah Kabupaten Kutai Timur melalui Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Peternakan (DTPHP) terus mendorong lahirnya kawasan agrowisata sebagai alternatif penguatan ekonomi desa berbasis potensi lokal.
Hingga pertengahan 2025, dua kawasan agrowisata telah aktif berjalan, yakni di Desa Bumi Rapak, Kecamatan Kaubun, dan Teluk Pandan.
Komitmen tersebut ditegaskan Kepala DTPHP Kutim, Dyah Ratnaningrum dalam keterangannya kepada media usai menghadiri sebuah kegiatan di depan Auditorium Polres Kutim, Senin (4/8/2025).
“Kami hanya memfasilitasi. Yang menjalankan adalah desa, kelompok tani, dan stakeholder lainnya. Ini kerja bersama,” ujar Dyah.
Ia mencontohkan, agrowisata di Teluk Pandan menjadi salah satu yang paling berkembang pesat. Berbagai fasilitas telah tersedia, mulai dari penyewaan sepeda, otopet, spot foto, hingga saung-saung yang disiapkan oleh kelompok tani dan Pokdarwis.
Setiap akhir pekan, kawasan tersebut juga rutin menggelar bazar makanan tradisional yang memperkaya pengalaman wisatawan sekaligus mendongkrak pendapatan warga.
“Kegiatan di Teluk Pandan sangat hidup. Pengelolaan sudah berjalan baik dan mulai menghasilkan pendapatan bagi kelompok tani dan Pokdarwis. Tinggal penguatan manajemen ke depan agar keberlanjutan tetap terjaga,” ungkapnya.
Berbeda dengan Teluk Pandan, agrowisata di Kaubun mengusung konsep budaya Bali. Nuansa khas Bali tampak dari desain spot foto, ukiran, dan saung permanen yang tak hanya digunakan untuk istirahat wisatawan, tapi juga sebagai tempat pelatihan dan pertemuan kelompok tani.
“Konsepnya memang Bali banget. Bahkan saung tani di sana juga permanen dan bisa digunakan untuk pertemuan maupun pelatihan petani,” terang Dyah.
Ke depan, pengembangan serupa akan diperluas. Salah satu wilayah yang mulai dipertimbangkan adalah Disekerat, sebagaimana arahan langsung dari Bupati Kutim.
“Kalau Teluk Pandan sudah jalan, Disekerat akan kami lihat potensi dan kesiapan kelompok taninya,” imbuhnya.
Terkait partisipasi warga, Dyah mengaku optimistis. Kedua desa percontohan menunjukkan antusiasme tinggi. Bahkan, dukungan kepala desa setempat menjadi kunci dalam menciptakan ekosistem wisata yang inklusif dan berkelanjutan.
“Antusiasme warga juga tinggi. Harapannya ini bisa direplikasi di wilayah lain dengan menyesuaikan potensi dan kearifan lokal masing-masing,” pungkasnya.(IB)

