SANGATTA – Impian cepat kaya membawa petaka bagi J, Kepala Urusan (Kaur) Keuangan Desa Bumi Etam, Kecamatan Kaubun, Kutai Timur (Kutim). Uang desa yang semestinya digunakan untuk kepentingan warga, justru lenyap setelah digunakan untuk bermain aplikasi pengganda uang.
Kasus ini terungkap setelah Kejaksaan Negeri (Kejari) Kutim menemukan adanya kejanggalan dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) 2024. Dari hasil penyidikan, total dana yang diselewengkan mencapai Rp2,1 miliar.
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Kutim, Michael Antonius Firman Tambunan, mengatakan modus yang dilakukan cukup nekat. Tersangka menarik dana pengadaan barang dan dana sisa lebih pembiayaan (SiLPA) dengan memalsukan tanda tangan kepala desa.
“Selain itu, tersangka juga menarik dana SiLPA sekitar Rp1,7 miliar lebih,” jelas Michael, Rabu (5/11).
Namun yang membuat kasus ini mencengangkan, lanjut Michael, adalah alasan di balik penyalahgunaan dana tersebut. Dari hasil pemeriksaan, J mengaku terjerumus ke aplikasi pengganda uang yang diketahuinya dari pesan broadcast WhatsApp.
“Sempat dapat keuntungan kecil. Tapi setelah itu, dana terus dipakai dan akhirnya habis, totalnya sekitar Rp2,1 miliar,” ungkapnya.
Kini, J harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Ia telah resmi ditahan selama 20 hari di Rutan Polres Kutim. Penyidik juga melakukan pelacakan aset (asset tracing) untuk mencari kemungkinan adanya harta yang bisa disita sebagai pengganti kerugian negara.
Michael menegaskan, penyidik masih mendalami apakah J bertindak sendiri atau ada pihak lain yang turut membantu pencairan dana.
“Kami belum bisa simpulkan apakah ada tersangka lain. Prosesnya masih berjalan untuk memastikan arah pertanggungjawaban hukumnya,” ujarnya.
Atas perbuatannya, J dijerat dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, dan Pasal 8 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa pengelolaan dana desa bukan hanya soal administrasi dan tanggung jawab keuangan, tetapi juga integritas aparat desa dalam menghadapi godaan di era digital.
