
SANGATTA – Persoalan jaringan internet di Kutai Timur (Kutim) masih menjadi tantangan besar, khususnya di wilayah yang belum terjangkau atau blank spot. Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Statistik dan Persandian (Diskominfo Staper) Kutim, Ronny Bonar Hamonangan Siburian, menegaskan pihaknya terus berupaya mencari solusi dengan memanfaatkan anggaran yang ada secara efisien. Prinsip yang diusung adalah anggaran minimalis namun hasilnya tetap maksimal.
Menurut Ronny, meminimalisir blank spot bukanlah perkara mudah. Kondisi geografis yang luas dan jumlah penduduk yang tidak merata membuat provider enggan masuk ke beberapa daerah. “Makanya kita fokus dulu pada titik-titik prioritas, seperti kantor desa, sekolah, puskesmas, dan UPT. Tujuannya agar layanan administrasi dan pelayanan publik tidak terganggu,” jelasnya.

Ia mengungkapkan, sejauh ini Kutim sudah mulai menata pemasangan internet di sejumlah fasilitas publik. Langkah ini dilakukan sambil berkoordinasi dengan pemerintah provinsi untuk menambah dukungan jaringan. “Kami berbagi tugas, provinsi bisa membantu titik-titik di area publik, sementara kami fokus pada sarana administrasi di tingkat desa,” tambahnya.
Namun, penggunaan internet di lapangan juga menimbulkan persoalan lain. Ronny menyebut sering terjadi kuota internet cepat habis karena dipakai warga untuk keperluan hiburan. “Kadang malam dipakai nonton YouTube, besoknya koneksi jadi lemot. Padahal yang utama kan untuk administrasi dan pelayanan publik,” ujarnya. Karena itu, Diskominfo kini sedang menata skema penggunaan, apakah berbasis kuota atau kecepatan, agar lebih tepat sasaran.
Selain faktor teknis, anggaran menjadi isu utama dalam pengembangan jaringan. Ronny menegaskan, pihaknya tidak bisa memaksakan pemerataan internet seratus persen sekaligus. “Kalau bicara kebutuhan, bisa sampai ratusan miliar bahkan triliunan. Maka kita realistis, bagaimana anggaran yang minimalis bisa menghasilkan capaian maksimal,” tegasnya.
Diskominfo Kutim juga membuka peluang kerja sama dengan pihak swasta, termasuk perusahaan dan provider, untuk memperkuat jaringan di titik-titik strategis. Salah satunya dengan memasang penguat sinyal di kawasan pasar atau pusat keramaian agar manfaatnya bisa dirasakan masyarakat. “Dengan begitu, beban anggaran pemerintah bisa lebih ringan,” jelas Ronny.
Terkait keterbukaan informasi publik, Ronny menanggapi adanya kabar beberapa OPD hanya mau diwawancarai media tertentu. Menurutnya, tidak ada aturan yang melarang media manapun melakukan peliputan. “Saya justru mendorong agar semua media bisa menyebarkan informasi pembangunan. Tapi tentu perlu klarifikasi dulu supaya pemberitaan tidak menimbulkan salah tafsir,” ungkapnya.
Ia menekankan, media adalah mitra strategis pemerintah dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat. Karena itu, kritik maupun masukan dari jurnalis tetap dibutuhkan, asalkan disampaikan dengan cara yang proporsional. “Kami ingin semua informasi pembangunan tersampaikan, bukan hanya acara seremonial, tapi juga hal-hal yang bermanfaat untuk masyarakat,” tutup Ronny.(IB)