
Kutai Timur – Isu keracunan massal yang sempat melanda Program Makan Bergizi (MBG) di sejumlah daerah lain menjadi perhatian serius di Kutai Timur (Kutim). Meskipun program di Kutim baru saja bergulir, Dinas Kesehatan (Dinkes) bergerak cepat meluncurkan protokol pengawasan superketat untuk memastikan ribuan siswa penerima manfaat aman dari risiko keracunan.
Pengawasan ketat ini melibatkan sinergi lintas sektoral, mencakup kepolisian, TNI, hingga pihak sekolah, guna memantau setiap tahapan penyediaan makanan, mulai dari bahan mentah hingga makanan tersaji di tangan siswa.
Plt. Kepala Dinkes Kutim, Sumarno, menegaskan bahwa titik rawan keracunan bukan hanya pada proses masak, tetapi justru ada pada tahapan pasca penyajian.
”Kita sudah kerja sama dengan tim untuk jangan sampai terjadi keracunan seperti yang terjadi di beberapa daerah,” kata Sumarno Kamis (25/9).
Sumarno mengungkapkan bahwa anak-anak sering kali menjadi korban keracunan karena kebiasaan membawa pulang makanan yang seharusnya segera dikonsumsi. Makanan yang melewati batas waktu aman menjadi pemicu utama.
Untuk mengantisipasi hal ini, Dinkes Kutim mendorong penerapan aturan ketat di sekolah, salah satunya adalah kewajiban mencantumkan batas waktu konsumsi yang jelas.
“Namanya anak-anak dapat makanan, merasa sayang, jadi dibawa pulang. Itu yang tidak boleh, betul-betul kita awasi. Jadi makanan harus dimakan di sekolahan,” tegasnya.
Dinkes juga akan memberlakukan masa berlaku makanan, maksimal 4–6 jam setelah penyajian.
”Di kotak itu ada waktu maksimum terakhir bisa dikonsumsi. Lewat dari itu, tidak boleh dikonsumsi lagi,” lanjutnya.
Selain pengamanan waktu konsumsi, Dinkes juga memfokuskan pengawasan pada kondisi kesehatan petugas dapur dan potensi alergi siswa. Seluruh petugas yang terlibat dalam penyiapan makanan MBG wajib lolos pemeriksaan kesehatan dan tidak memiliki penyakit menular.
”Dari petugas, mulai awal pelatihan itu sudah diperiksa, kemudian diberi pembekalan. Misalnya petugas dapur, kalau kena flu harus pakai masker. Tapi kalau ada penyakit menularnya, tidak ada sertifikat,” paparnya.
Dinkes turut mewajibkan sekolah mendata siswa yang memiliki alergi spesifik. Hal ini guna memastikan setiap siswa mendapatkan asupan yang aman dan setara gizinya.
“Kalau ada anak alergi udang, misalnya, menu akan dialihkan ke yang gizinya sama dengan udang,” jelasnya.
Sejauh ini, pelaksanaan MBG di Kutim dilaporkan berjalan lancar tanpa ada laporan kasus keracunan.
