
SANGATTA – Suasana hangat mewarnai pertemuan masyarakat adat Dayak di Kilometer 17 Desa Sangkima, Sangatta Selatan. Mereka berkumpul bersama aparat Balai Taman Nasional Kutai (TNK), pemerintah kecamatan, serta unsur keamanan TNI-Polri dalam sebuah silaturahmi sederhana yang bertujuan mempererat hubungan sekaligus meredam riak persoalan yang sempat muncul sebelumnya.
Tokoh adat Thomas Gun yang mewakili masyarakat Dayak mengaku lega karena perbedaan yang sempat terjadi bisa diselesaikan dengan jalan mufakat. “Kami hidup di sini sampai akhir hayat, tidak ada niat meninggalkan tanah ini. Harapan kami hanya satu, aparat bisa menjaga kami, dan kita tetap hidup damai bersama,” ujarnya. Dalam kesempatan itu, Thomas mengenakan pakaian adat kebesaran sebagai simbol penghormatan kepada leluhur, yang menurutnya hanya digunakan pada momen sakral tertentu.
Sekretaris Camat Sangatta Selatan, Rusmiani turut mengapresiasi inisiatif masyarakat dalam menggelar pertemuan ini. Menurutnya, silaturahmi menjadi jembatan komunikasi yang penting antara masyarakat Dayak Kenyah dan pihak TNK. “Kami berharap pembangunan di kawasan ini tidak merusak ekosistem, ekonomi masyarakat tetap berjalan, dan budaya Dayak bisa terus diwariskan untuk generasi mendatang,” katanya.

Dalam kesempatan tersebut, Michael Irang Ketua RT 25 Dusun Mari Bangun sekaligus Sekretaris Adat dan tokoh muda masyarakat Dayak Kenyah, menambahkan pentingnya menjadikan budaya sebagai identitas yang harus dilestarikan. “Budaya adalah jati diri kami, warisan leluhur yang tidak boleh hilang. Harapan saya, setiap momen seperti ini juga diisi dengan penampilan seni tari Dayak sebagai ciri khas budaya kita. Dengan begitu, masyarakat tidak hanya menjaga tradisi, tetapi juga bisa memperkenalkannya kepada generasi muda,” ungkapnya.
Ia juga menekankan perlunya dukungan promosi dari media agar budaya Dayak di Kilometer 17 semakin dikenal luas. “Mudah-mudahan ke depan kita bisa mendapat ruang tampil di acara yang lebih besar, supaya masyarakat luar juga mengenal tarian dan seni Dayak dari komunitas kami. Itu menjadi kebanggaan sekaligus upaya menjaga identitas,” katanya.
Selain itu, Michael mengingatkan bahwa tradisi Dayak tidak hanya seni dan tari, tetapi juga ritual adat yang sarat makna. “Seperti pemotongan hewan dan doa bersama untuk membersihkan tempat tinggal serta hati masyarakat. Itu bagian dari warisan leluhur agar pemimpin diberi hikmat dan kebijaksanaan dalam mengayomi masyarakat. Jadi acara ini tidak sekadar silaturahmi, tetapi juga pemurnian hati dan penguatan spiritual,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa pertemuan ini menjadi momentum penting setelah cukup lama komunikasi dengan pihak Balai TNK jarang terjalin. “Kami sangat mengapresiasi kehadiran bapak-bapak dari pemerintah dan Balai TNK. Kehadiran ini menegaskan bahwa kita semua ingin tetap rukun, saling menghormati, dan menjaga harmoni di wilayah ini,” pungkas Michael.
Sementara itu, perwakilan Polri menegaskan bahwa keamanan dan ketertiban tetap menjadi prioritas bersama. “Insiden kecil kemarin sudah bisa kita atasi. Intinya, kami menjunjung tinggi adat yang berlaku, karena adat ini sudah ada turun-temurun,” jelasnya.
Kepala Desa Sangkima, Muhammad Alwi juga menekankan pentingnya wadah organisasi adat yang kini sudah memiliki legalitas resmi di wilayah Kilometer 17. “Pertemuan ini sekaligus bentuk saling mengenal. Dengan adanya wadah adat, kita semua bisa memahami aturan lokal sehingga pendatang pun lebih menghormati tradisi yang ada,” ungkapnya.
Dari pihak keamanan, Serka Jumadi Babinsa Desa Sangkima dan Serka Budi Babinsa Sangatta Selatan menilai silaturahmi ini sebagai langkah memperkuat kondusivitas wilayah. “Silaturahmi ini membuat kita lebih dekat, masyarakat merasa aman, dan kebersamaan tetap terjaga,” ucap Serka Jumadi.
Hadir pula Boedi Isnaini, Kepala Seksi Wilayah I Sangatta Balai TNK, bersama Randi, Polisi Hutan. Keduanya menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara konservasi hutan dengan kebutuhan hidup masyarakat.
Pertemuan itu ditutup dengan pesan yang sama dari para tokoh, aparat, dan masyarakat: menjaga kedamaian bersama. “Damai itu indah,” demikian kalimat yang terus bergema, menjadi pegangan bersama dalam melangkah ke depan.
