
Kutai Timur – Jauh di wilayah Kecamatan Kaubun, sekitar 11 kilometer dari pusat kecamatan, terdapat sebuah desa yang perlahan namun pasti terus berkembang. Desa itu bernama Mata Air, desa dengan luas wilayah sekitar 2.565 hektare yang kini dihuni oleh 736 jiwa dari 240 kepala keluarga.
Imam Adiatno, Kepala Desa Mata Air, menceritakan bahwa desa ini merupakan desa transmigrasi yang sejak awal berdiri menggantungkan hidup dari lahan perkebunan dan peternakan. “Mata pencaharian masyarakat di sini mayoritas dari sawit, karena memang lahan kami didominasi perkebunan kelapa sawit. Selain itu, kami juga mengembangkan ketahanan pangan hewani lewat beternak sapi,” ujarnya.

Bagi warga Desa Mata Air, sawit sudah menjadi bagian dari denyut ekonomi keluarga. Banyak warga mengelola kebun sawit secara swakelola. Namun, ada juga yang mendapat manfaat dari program plasma, sehingga memberikan tambahan penghasilan bagi masyarakat. “Sektor sawit ini membuat warga bisa bertahan sekaligus berkembang. Ada hasil bulanan yang bisa diandalkan,” tambah Imam Adiatno.
Pola tumpang sari yang diterapkan, membuat warga bisa menanam tanaman pangan di sela-sela sawit, sembari tetap memelihara ternak. Hal ini menjadi strategi ketahanan pangan lokal yang mengandalkan kearifan masyarakat desa.Meski sektor ekonomi berjalan, tantangan utama yang dihadapi Desa Mata Air adalah akses air bersih. Karena itu, tahun 2025 ini pemerintah desa menitikberatkan penyerapan Dana Desa pada pembangunan sarana air bersih.
“Air bersih ini sangat vital. Kami ingin seluruh masyarakat bisa menikmatinya, karena dengan akses air bersih yang baik, kualitas kesehatan dan kehidupan warga juga meningkat,” terang Imam Atmono.
Selain sarana air bersih, Dana Desa juga difokuskan untuk mendukung infrastruktur dasar, layanan kesehatan, hingga peningkatan ekonomi masyarakat. Menurut Imam Atmono, arah pembangunan di desa harus menyentuh kebutuhan paling dasar masyarakat, sekaligus membuka peluang ekonomi baru.

Sebagai kepala desa, Imam Adiatno memiliki harapan besar agar program-program pemerintah daerah semakin berpihak kepada desa. “Kami berharap program Bupati benar-benar masuk sampai ke tingkat desa. Sebab desa adalah ujung tombak pembangunan. Kalau desa maju, maka kabupaten juga ikut maju,” ucapnya.
Ke depan, Imam Adiatno ingin Desa Mata Air tidak hanya dikenal sebagai desa transmigrasi, tetapi juga sebagai desa yang berhasil mandiri lewat perkebunan sawit, peternakan sapi, serta sarana infrastruktur yang memadai. Dengan potensi lahan yang luas dan masyarakat yang ulet bekerja, Desa Mata Air optimis bisa tumbuh menjadi desa yang semakin berkembang dan sejahtera.(IB)
