
KUTAI TIMUR – Inspektorat Wilayah (Itwil) Kutai Timur (Kutim) menggelar sosialisasi antikorupsi bagi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Kegiatan ini menjadi langkah awal pembekalan integritas dan pemenuhan syarat bagi delapan kandidat penyuluh antikorupsi di Kutim.
“Tujuan utamanya sebenarnya adalah untuk memenuhi syarat bagi calon penyuluh antikorupsi,” kata Plt Kepala Itwil Kutim, Sudirman Latif, Kamis (14/8).
Ia menjelaskan, sesuai amanat KPK, setiap daerah wajib memiliki penyuluh antikorupsi yang telah mengikuti sertifikasi.
Menurutnya, untuk bisa masuk sertifikasi, kandidat wajib melakukan minimal tiga kali sosialisasi yang direkam dan dilaporkan ke KPK. “Kami ingin membekali konsep integritas dulu dengan para CPNS baru, khususnya di lingkungan ini. Karena pegawai inspektorat harus menjadi contoh bagi OPD lain,” tegasnya.
Tema besar sosialisasi kali ini adalah membangun budaya antikorupsi. Hal itu, kata Sudirman, sebagai jawaban atas pernyataan bahwa korupsi sudah membudaya di Indonesia.
“Kami ingin membalik itu. Budaya korupsi secara perlahan kita kikis untuk menjadikan budaya birokrasi yang antikorupsi,” ujarnya.
Sudirman menekankan, perubahan harus dimulai dari hal kecil. “Misalnya fasilitas atau aset dinas seperti kertas, pulpen, itu tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi. Kalau tidak mulai dari kecil, tidak mungkin kita mengubah budaya itu dari hal besar,” jelasnya.
Ia membedakan antara perilaku korupsi dan tindakan korupsi. Perilaku, kata dia, belum termasuk delik hukum, tetapi jika dibiarkan dapat mengarah pada pelanggaran hukum.
“Termasuk kedisiplinan hadir. Kalau datang terlambat atau pulang sebelum waktunya, itu bagian dari perilaku korupsi waktu,” terangnya.
Sudirman berharap, pembiasaan perilaku bersih dari hal kecil akan membentuk budaya besar yang antikorupsi. “Pelan-pelan kita mulai dari inspektorat dulu untuk membangun itu,” pungkasnya.(IB)
