KUTAI TIMUR – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kutai Timur (Kutim) terus mendorong perubahan budaya masyarakat dalam mengelola sampah. Salah satunya melalui kegiatan sosialisasi bertema “Optimalisasi Pengelolaan Sampah dari Sumber” yang digelar di Balai Pertemuan Umum (BPU) Kecamatan Sangatta Utara, Sabtu (19/7/2025).
Plt Kepala DLH Kutim, Dewi, dalam sambutannya menekankan pentingnya kolaborasi seluruh unsur pemerintah dan masyarakat dalam menghadapi permasalahan sampah. Ia menyebut, pengelolaan sampah sudah menjadi isu global dan lokal yang membutuhkan penanganan serius dan berkelanjutan.

“Jika tidak dikelola dengan baik, timbulan sampah akan terus meningkat dan menjadi beban lingkungan,” ujar Dewi.
Ia menyampaikan, berdasarkan data DLH, timbulan sampah di Kutim mencapai 81.915 ton per tahun atau sekitar 224 ton per hari. Sekitar 50 persen di antaranya berasal dari wilayah Sangatta Utara dan Sangatta Selatan, dengan total mencapai 110 ton sampah per hari.
Menurut Dewi, kondisi itu tidak bisa dibiarkan. Ia mengingatkan, jika tidak ada perubahan, tempat pemrosesan akhir (TPA) akan terus meluas dan berpotensi lebih besar dari kawasan permukiman. Bahkan, saat ini TPA Batota sudah tidak diperbolehkan lagi mengelola sampah dengan sistem terbuka (open dumping), dan hanya boleh menerima residu maksimal 30 persen dari total timbulan.
“Pemerintah Kabupaten Kutim sudah menerima tiga surat teguran dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), termasuk sanksi administratif berupa paksaan penghentian sistem pengelolaan terbuka,” ungkapnya.
Menindaklanjuti hal tersebut, DLH Kutim telah menyusun sejumlah langkah strategis, termasuk menerbitkan Instruksi Bupati tentang optimalisasi pengelolaan sampah berbasis sumber. Instruksi ini, kata Dewi, membagi peran seluruh elemen mulai dari RT, desa, camat, hingga pelaku usaha dan rumah tangga.
“Kami juga mendampingi 20 RT yang sudah menyatakan komitmen memilah dan mengolah sampah secara mandiri. RT-RT ini akan kami kunjungi dan evaluasi secara berkala,” jelasnya.
Selain itu, DLH juga merevitalisasi TPA Batota agar hanya mengelola sampah residu. Proses penutupan TPA lama dilakukan bertahap dengan metode penimbunan tanah setiap pekan untuk mengurangi dampak pencemaran. Ke depan, Pemkab juga menyiapkan pembangunan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) sebagai bagian dari 50 program prioritas daerah, yang dijadwalkan mulai dibangun pada 2026.
“Konsep lama angkut buang ke TPA tidak lagi bisa dianggap sebagai solusi. Saat ini TPA hanya menerima sampah residu, bukan sampah campuran yang masih bisa dipilah atau didaur ulang,” tegasnya.
Dalam sosialisasi tersebut, DLH juga menggandeng narasumber dari internal untuk menjelaskan teknis pemilahan dan pengolahan dari sumber. Sosialisasi ini dihadiri unsur kecamatan, kepala desa, ketua RT/RW, pengurus dasa wisma, dan perwakilan masyarakat lainnya.
“Pengelolaan sampah bukan tugas DLH semata. Ini soal peradaban. Jika kita ingin lingkungan bersih dan sehat, semua pihak harus ikut ambil bagian,” tutup Dewi.(IB)

