
Insight Borneo.com – Kegiatan Kelas Harapan : Sampul Mengajar Batch 3 yang digelar di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Batota, Kutai Timur, Minggu (6/7/2025), tak hanya menyisakan semangat belajar baru bagi anak-anak pemulung, tapi juga meninggalkan kesan mendalam bagi para relawan yang terlibat.
Handi Wijaya, Pancaya Kutim yang menjadi mitra kolaborator dalam kegiatan ini bersama Sampul Kutim dan Tunas Berdaya, mengungkapkan bahwa pengalaman langsung bertemu dan berinteraksi dengan anak-anak di TPA membuka banyak pelajaran berharga.
“Jujur, saya pribadi cukup terharu. Anak-anak di sini sangat kuat, mereka tumbuh dengan rasa syukur yang luar biasa meskipun hidup dalam keterbatasan. Ini jadi pembelajaran buat kita semua agar lebih banyak bersyukur,” ujar Handi.
Ia menyebut kegiatan edukatif yang dilakukan hari itu meliputi sesi menggambar, pengenalan profesi, hingga motivasi agar anak-anak tetap bersemangat mengejar cita-cita. Bagi Handi dan tim, ini bukan hanya tentang belajar, tapi soal membangkitkan harapan bahwa pendidikan adalah jalan untuk memperbaiki masa depan.
“Harapan terbesar kami, tentu agar mereka bisa mengakses pendidikan dengan layak. Dengan semangat belajar yang tinggi, derajat hidup mereka bisa meningkat,” katanya.
Namun, Handi juga menyampaikan kegelisahannya. Dari pengamatan langsung di lapangan, ia melihat banyak anak usia sekolah yang belum bisa membaca dan menulis, bahkan ada yang di usia 12 tahun belum mengenal huruf dasar. Kondisi ini, menurutnya, mencerminkan darurat pendidikan yang tidak boleh terus dibiarkan.
“Masih banyak anak di sini yang putus sekolah atau bahkan tidak pernah mengenyam pendidikan sama sekali. Ini cukup memprihatinkan,” tegasnya.
Menjawab kondisi tersebut, Pancaya Kutim menyatakan siap terlibat lebih jauh dalam proyek pendidikan nonformal ke depan. Mereka tengah merancang program lanjutan berupa kunjungan rutin ke Batota bersama para relawan. Tidak hanya mengajar, tapi juga mendorong kolaborasi dengan pemerintah dan stakeholder lain agar pendidikan bisa hadir secara berkelanjutan.
“Mungkin ke depan kita coba gandeng pemerintah agar bisa ada guru yang hadir di sini seminggu sekali saja, itu sudah sangat membantu. Kita juga terbuka untuk konsep pendidikan jarak jauh yang sesuai kondisi mereka,” ujarnya.
Ia pun mengajak masyarakat luas untuk ikut serta dalam gerakan ini. Menurutnya, pendidikan bukan hanya urusan pemerintah atau komunitas, tapi tugas kolektif semua pihak. Termasuk para orang tua yang tinggal di TPA.
“Perlu kesadaran bersama, terutama dari orang tua, bahwa pendidikan itu penting. Karena yang kami lihat, banyak orang tua yang masih meminggirkan kepentingan pendidikan. Ini juga harus kita ubah,” pungkasnya.*(IB)
