
pancaya sampul kutim tunas berdaya
Insight Borneo.com – Komunitas Sampul Kutim kembali menggelar kegiatan sosial bertajuk Kelas Harapan: Sampul Mengajar Batch 3, yang kali ini dilaksanakan di kawasan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Batota, Desa Batota, Kecamatan Sangatta Utara, Kutai Timur, Minggu (6/7/2025).
Mengusung tema “Pemuda Berdaya untuk Mereka Mempunyai Asa”, kegiatan ini merupakan program pendidikan nonformal yang menyasar anak-anak dari keluarga pemulung yang tidak bersekolah. Dalam pelaksanaannya, Sampul Kutim berkolaborasi bersama dua komunitas lokal lainnya, yakni Tunas Berdaya dan Pancaya.
“Kegiatan ini bukan sekadar mengajar, tapi juga menghidupkan harapan dan semangat belajar anak-anak yang selama ini terabaikan. Banyak dari mereka sudah putus sekolah, dan hidup dalam keterbatasan ekonomi,” kata Founder Sampul Kutim, Rahmad Taufiqih.
Ia mengungkapkan, program Kelas Harapan sebenarnya sudah dirintis sejak 2023, namun baru dilaksanakan setelah melalui proses riset langsung ke sejumlah wilayah terluar Kutim, termasuk Miang, Kenyamukan, dan Batota. Dari riset tersebut, Batota menjadi lokasi dengan jumlah anak putus sekolah terbanyak.

“Di Batota, ada sekitar 30 kepala keluarga. Rata-rata memiliki dua anak. Artinya ada lebih dari 60 anak yang tidak sekolah, baik di tingkat dasar maupun menengah. Ini angka yang cukup serius,” ungkapnya.
Kegiatan ini disiapkan secara swadaya, baik dari dana pribadi relawan maupun donasi masyarakat. Donasi tersebut digunakan untuk pengadaan makanan, perlengkapan belajar, transportasi panitia, hingga akomodasi kegiatan. Rahmad menegaskan bahwa Sampul Kutim tidak hanya berhenti di kegiatan belajar harian, tapi juga mendorong anak-anak yang sudah melewati usia sekolah untuk ikut program kesetaraan seperti Paket A, B, dan C.
“Ini tentang pendidikan sebagai hak dasar. Kami ingin anak-anak ini punya kesempatan yang sama. Kami juga terbuka kepada pemerintah, kalau butuh data, kami siap bantu. Yang penting anak-anak ini mendapat haknya,” ujarnya.
Rahmad juga menyoroti pentingnya intervensi pemerintah secara langsung. Ia berharap agar Pemkab Kutim dan pemangku kepentingan pendidikan bisa membuka layanan sekolah baru di wilayah-wilayah yang minim akses pendidikan, seperti Batota dan Koloniang.
“Kalau memang ada anak yang tidak terlayani karena akses jauh dan ekonomi terbatas, ayo buka saja sekolah kecil. Tidak perlu berpikir untung. Ini bukan bisnis, ini soal masa depan,” tegasnya.
Ia pun mengingatkan bahwa sesuai konstitusi, pendidikan adalah hak setiap warga negara dan tanggung jawab negara. Dengan porsi anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBD, menurutnya, Pemkab Kutim memiliki kapasitas untuk menjawab tantangan ini.
Sampul Kutim juga menyampaikan terima kasih atas dukungan para mitra, termasuk media partner seperti Tribun Kaltim,Insight Borneo,Formasi Indonesia serta komunitas dan relawan yang turut menyumbang makanan dan logistik untuk kegiatan ini.
“Mereka tidak hanya membantu anak-anak, tapi juga memantik semangat kita semua untuk bergotong royong membangun akses pendidikan yang inklusif,” pungkasnya.*(IB)
